Perjalanan Hijrah Bersama Suami : Pelan, tapi alhamdulillah jalan terus

Bismillah.

Jujur, aku nggak pernah nyangka kalau hidupku bakal sampai di titik ini. Titik di mana aku dan suami sama-sama belajar untuk jadi versi diri kami yang lebih baik… di hadapan Allah, bukan di hadapan manusia.

Aku dan suami sama-sama dibesarkan di keluarga yang, kata orang "kuat agamanya". Dari kecil udah terbiasa shalat lima waktu, puasa Ramadan full, ikut pengajian, hafal doa-doa, dan segala aturan lainnya yang sudah jadi bagian hidup sehari-hari. Lingkungannya pun mendukung — jadi ya ikut aja.

Tapi makin ke sini, setelah menikah dan mulai hidup berkeluarga sendiri, kami jadi sering ngobrol dan mikir: "Sebenernya kita mau apa, sih di hidup ini?"

Bukan maksudnya mau ninggalin agama. Bukan juga pengen jadi 'pemberontak'. Tapi kami mulai sadar, banyak hal yang selama ini kami lakukan soal agama, ternyata cuma karena... yaaa, udah dari sananya begitu. Nggak pernah benar-benar mikir, "Emang iya yah perintahnya begini? Kata siapa? Pak Ustadz?" atau "Apa sih maknanya buat kita?" Rasanya kayak jalanin ritual aja udah otomatis. Kayak rutinitas turun-temurun yang nggak bisa dipertanyakan. Dan jujur, kadang ya terasa kosong aja.

Waktu itu kami mulai mikir sih : Apakah ini iman... atau cuma kebiasaan? Kami shalat, iya. Tapi apakah kami benar-benar merasa dekat sama Tuhan? Atau cuma takut dosa dan takut mengecewakan orang tua?

Dari situlah perjalanan kami dimulai. Pelan-pelan kami coba reset cara pandang. Mulai dari ngobrol berdua tentang hal-hal yang dulu tabu buat dipertanyakan. Kami baca buku-buku, nonton diskusi, hadir di kajian-kajian. Allah Al-Hadi yang Maha Memberikan Petunjuk memudahkan perjalanan kami.

Dan ternyata, mencari "Tuhan" dari hati sendiri rasanya beda. Rasanya lebih jujur. Lebih hidup. Kami nggak mau lagi sekadar menjalani, tapi bener-bener mau memahami. Beramal dengan berilmu.

Sampai hari ini pun, perjalanan ini masih jalan terus. Kami masih belajar, masih suka naik turun juga. Tapi sekarang, agama bukan lagi beban atau warisan yang harus kami jaga demi nama keluarga. Kami ingin agama ini jadi tempat pulang, tempat tenang, tempat tumbuh dalam keluarga kecil kami. Tujuannya satu : beribadah kepada Allah  sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ Mengenalkan agama ini kepada anak-anak kami— dengan kesadaran, bukan warisan turun temurun.

✨ Titik Baliknya? Waktu Aku Jadi seorang Ibu.

Momen itu datang saat proses persalinan anak pertama kami. Dari gelombang cinta pembukan pertama tidak ada lagi yang kuingat selain nama Allah... Ya Allah ya Rahman ya Rahim begitu terus berulang sampai pada pembukaan lengkap.  Pada saat itu rasanya garis kematian terlihat lebih dekat, "ya Allah aku ga kuat apakah Engkau akan menjemputku? Tolong aku ya Allah". Ada rasa takut yang luar biasa "Bagaimana kalau aku meninggal waktu lahiran? Bekalku apa ya Allah? Anak aku bagaimana?" Ku berpasrah pada-Nya dan kemudian terdengar tangisan anak pertamaku, Allahu Akbar... aku speechless cuma bisa nangis haru bareng suami. 

Dari situ aku mulai bertekad aku harus jadi ibu yang baik buat anak-anakku. Aku adalah madrasah pertama mereka. Semoga Allah meridhoiku.

🌿 Pelan-Pelan Berubah

Kami mulai dari yang paling dasar: shalat lima waktu yang bener-bener dijaga. Nggak lagi asal-asalan belajar untuk khusyu'. Lalu mulai belajar Al-quran lagi ikut kelas tahsin, ikut kajian offline maupun online, baca buku-buku agama, pelan-pelan ninggalin tontonan yang nggak bermanfaat, ninggalin musik dan ganti jadi dengerin kajian atau murattal. Aku juga mulai memperbaiki cara berpakaian. Nggak lagi mikirin trend tapi mikirin “Kira-kira Allah ridho nggak ya aku pakai kayak gini?” ini bukan perubahan ekstrim tapi inilah Islam agama yang diridhoi Allah 

🌧 Nggak Selalu Mulus

Namanya proses, ya nggak selalu mulus. Ada aja yang nyinyir. Ada keluarga yang bilang kita terlalu ekstrim, jangan terlalu fanatik dalam beragama, jadi "nggak asik" ah. Ada juga ujian financial keluarga, macam-macam deh. 

Tapi entah kenapa, justru setelah hijrah, kami malah ngerasa makin tenang. Allah itu Maha Baik banget. Selalu kasih jalan di waktu yang nggak disangka-sangka.

    "Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar dan memberinya         rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka." (QS. At-Talaq: 2-3)

Dan yang paling berasa... rumah jadi lebih adem. Anak-anak tumbuh di lingkungan yang (semoga) penuh dengan nilai-nilai kebaikan.

💖 Sampai Sekarang, Masih Terus Belajar

Nggak ada yang namanya selesai dalam hijrah. Kita masih manusia yang penuh salah. Kadang semangat, kadang futur. Tapi, setidaknya sekarang kita sadar, kalau hidup ini tujuan akhirnya adalah Allah, bukan dunia.

Semoga Allah jaga hati ini. Jaga langkah kami, dan terus kuatkan dalam perjalanan menuju ridho-Nya.

🌸 Buat kamu yang mungkin lagi mulai mikir buat hijrah… ayo, pelan-pelan nggak apa-apa. Nggak harus nunggu sempurna, karena hijrah itu perjalanan, bukan tujuan akhir.

Comments